Konservasi Sumber Daya Air

Pelestarian Air

Konservasi sumberdaya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan mahluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.

Sumberdaya air merupakan bagian dari kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat, secara lestari sebagaimana termaktub dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Ketetapan ini ditegaskan kembali dalam pasal 1 Undang Undang Pokok Agraria tahun 1960 bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah merupakan kekayaan nasional. Sumberdaya air ini memberikan manfaat serbaguna untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat di segala bidang baik sosial, ekonomi, budaya, politik maupun bidang ketahanan nasional.

Konservasi Sumber Daya Air di Sungai, Danau dan Waduk

Untuk konservasi air di daerah seperti sungai, danau, waduk tentunya tak lepas dari pengelolaan yang dilakukan demi diperolehnya tatanan air yang setimbang. Tujuan konservasi itu meliputi:


a. Pencegahan Banjir dan Kekeringan
Banjir terjadi karena sungai dan saluran-saluran drainase lain tidak mampu menampung air hujan yang turun ke bumi. Penuhnya air permukaan pada sungai dan danau serta saluran drainase lain disebabkan karena air hujan itu tidak merembes ke bumi, melainkan mengalir menjadi air permukaan. Penyebab terjadinya banjir antara lain curah hujan yang tinggi, penutupan hutan dan lahan yang tidak memadai, serta perlakuan atas tanah yang salah.
Agar banjir dan kekeringan dapat diantisipasi, maka perlu dibuat peta rawan banjir dan kekeringan pada tiap daerah, menyusun rencana penanggulangan banjir dan kekeringan, dan menyiapkan sarana dan prasarana untuk mengadaptasinya.

Kegiatan yang perlu dilakukan untuk mencegah banjir adalah: 

(1) mematuhi ketentuan tentang Koefisien Bangunan Dasar (KBD) bangunan sehingga kemampuan peresapan air ke dalam tanah meningkat; 
(2) menjaga sekurang-kurangnya 70 % kawasan pegunungan tertutup dengan vegetasi tetap; (3) melakukan penanaman, pemeliharaan, dan kegiatan konservasi tanah lainnya pada kawasan lahan yang gundul dan tanah kritis lainnya terutama pada kawasan hulu suatu DAS; (4) menyelenggarakan pembuatan teras pada kawasan budidaya di daerah berlereng; 
(5) Membangun sumur dan kolam resapan; 
(6) membangun dam penampung dan pengendali air pada tempat-tempat yang dimungkinkan; 
(7) pengaturan tata guna lahan yang harus lebih berorientasi kepada lingkungan dan meningkatkan ruang terbuka hijau; 
(8) alokasi lahan harus lebih berorientasi ke fungsi sosial, lingkungan dan keberpihakan kepada rakyat kecil, sehingga perlu dilakukan pendataan tanah dan land form.


Pada kawasan resapan air tidak diperkenankan mendirikan bangunan di kawasan ini arena akan menghalangi meresapnya air hujan secara besarbesaran. Pembangunan jalan raya juga dihindari agar tidak menyebabkan pemadatan tanah dan terganggunya fungsi akuifer. vegetasi yang ada dijaga dan tidak dilakukan penebangan komersial.

b. Pencegahan Erosi dan Sedimentasi
Erosi dan sedimentasi adalah peristiwa terkikisnya lapisan permukaan bumi oleh angin atau air. Faktor penentu sedimentasi ini adalah iklim, topografi, dan sifat tanah serta kondisi vegetasi. Faktor penyebab erosi yang terbesar adalah pengikisan oleh air. Oleh karena itu upaya pencegahan yang dilakukan berkaitan dengan upaya pencegahan banjir. Erosi juga dapat terjadi pada tepi sungai karena tebing sungai tidak bisa memegang tanah yang terkena arus air.

Kegiatan untuk mencegah erosi dan sedimentasi yang dapat dilakukan adalah: 

(1) tidak melakukan penggarapan tanah pada lereng terjal. Bila kelerengan lebih dari 40% maka tidak diperkenankan sama sekali untuk bercocok tanam tanaman semusim. Sedangkan bercocok tanam pada 10 kawasan yang berlereng antara 15-25 % dilakukan dengan membuat teras terlebih dahulu;
(2) Untuk mencegah terjadinya sedimentasi pada sungai, maka pada berbagai lokasi di kawasan berlereng dibuat bangunan jebakan lumpur, berupa parit-parit buntu sejajar kontur dengan berbagai variasi panjang, lebar dan dalamnya parit. Secara periodik parit ini dibersihkan agar dapat berfungsi sebagai penjebak lumpur, terutama pada musim penghujan;
(3) mencegah pemanfaatan lahan secara intensif pada lahan yang berada di atas ketinggian lebih dari 1000 m di atas permukaan laut; 


(4) mencegah pemanfaatan lahan yang memiliki nilai erosi lebih tinggi dari erosi yang diperbolehkan.
 
c. Pencegahan Kerusakan Bantaran Sungai
Kerusakan bantaran sungai dapat diakibatkan oleh pengikisan aliran air dan aktivitas manusia yaitu dengan pembuangan sampah, material dan pengurukan untuk melindungi tempat tinggal. Pencegahan timbulnya kerusakan bantaran sungai dapat dilakukan : 

(1) melindungi bantaran sungai secara teknis dengan pembetonan dan secara vegetasi yaitu penanaman pada bantran sungai dengan pohon supaya tahan terhadap proses pengikisan; 
(2) melarang dan menindak kepada orang atau pihak yang menggunakan bantaran sungai untuk bangunan tempat tinggal;


(3) melarang kegiatan pembuangan sampah dan material sehingga menyebabkan kerusakan bantaran sungai.

Konservasi Sumber daya Air Bawah Tanah
Sedikit berbeda, untuk konservasi secara sedrhana yang dapat diterapkan di rumah-rumah penduduk, maka ada konservasi untuk air bawah tanah. Meliputi, sumur resapan air hujan (SRAH) menurut Muhsinatun Siasah Masruri, 1997 dalam buku Sumur Resapan Air Hujan Sebagai Sarana Konservasi Sumberdaya Air Tanah di Kota Madya Yogyakarta adalah lubang galian berupa sumur untuk menampung dan meresapkan air hujan. Sesuai dengan namanya air yang boleh masuk kedalam sumur resapan adalah air hujan yang disalurkan dari atap bangunan atau air hujan yang mengalir diatas permukaan tanah pada waktu hujan. Air dari kamar mandi, WC dan dapur tidak dimasukkan kedalam SRAH karena air tersebut merupakan limbah. Air dari WC harus dimasukkan ke dalam septictank kedap air agar bakterinya tidak mencemari air tanah.


Manfaat sumur resapan air hujan terhadap lingkungan adalah untuk mengurangi angka imbangan air yaitu sebagai pemasok air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih guna menopang kehidupan, mengatasi intrusi air laut, memperbaiki mutu air tanah, mengatasi kekeringan dimusim kemarau, menanggulangi banjir dimusim hujan, mengendalikan air larian (run off) yang mengakibatkan pengikisan humus tanah. Dengan terkendalinya erosi tanah, secara tidak langsung mengurangi sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan sungai.

Sumur resapan dapat diletakkan dimana saja baik di halaman depan, tengah, samping maupun belakang. Bila halaman tidak memungkinkan dapat diletakkan di bawah teras, garasi, ruang tengah. Sumur resapan tidak mengganggu keindahan halaman karena dapat ditimbun di dalam tanah. Sumur resapan tidak memerlukan pipa udara sebagaimana septictank sehingga sulit menemukan lokasi karena tidak kelihatan. Letak SRAH harus berjauhan dengan septictank, lebih kurang sepuluh meter guna menghindari pencemaran bila terjadi kebocoran.


Air hujan yang disalurkan baik dari atap maupun yang mengalir sebagai limpasan di permukaan, sebelum masuk kedalam sumur, air hujan melalui bak kontrol dengan maksud benda-benda yang terbawa air tidak masuk kedalam sumur. Di bawah tutup sumur diberi pipa peluapan untuk mengalirkan air ke selokan bila air terlalu penuh. Tutup sumur dibuat dari plat beton, dinding sumur dengan polongan berdiameter 80-100 cm. Pada sambungan polongan diberi ijuk setebal 5 cm, diluar dinding diurug dengan pasir dan pada dasar sumur diberi batu belah guna menahan timpaan air. Bahan bahan yang diperlukan; polongan diameter 80 cm, batu belah dan pasir, ijuk, pipa paralon 3 inch, plat/besi dan semencor/plat untuk tutup sumur.


Selain air sumur resapan, lubang resapan biopori merupakan cara konservasi air tanah sederhana di daerah pemukiman adalah lubang silendris yang dibuat di dalam tanah dengan diameter 10-30 cm, kedalaman tergantung kondisi tanah asal tidak melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang biopori diisi sampah dapur/organik guna mendorong terbentuknya biopori oleh aktifitas fauna tanah (cacing) sehingga dapat meningkatkan lajunya peresapan air hujan. Lubang biopori prinsipnya sama dengan sumur resapan, lebih simpel dan mudah diterapkan tidak memerlukan biaya.
Share on Google Plus

About yusep pelano

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

comments, criticisms, and suggestions will help us to continue to develop this blog, please comment with a sentence polite and do not contain racist or your comment will be removed, thanks