Banjir Bandang Bukan Fenomena Alam

 
Senin, 4 Okt 2010, sekitar pkl. 04.00 WIT, banjir bandang menghantam rumah-rumah warga. Dalam hitungan menit, kota Wasior, Kabupaten Teluk Wondama sudah seperti lautan. Banjir tersebut telah melumpuhkan seluruh aset warga, termasuk di dalamnya kehilangan nyawa. Data yang berhasil dihimpun dari lapangan, hingga saat ini data korban meninggal 65 orang, 76 orang luka parah, dan puluhan lainnya masih dinyatakan hilang. Hal ini disebabkan banjir bandang telah menyapu seluruh kota Wasior. Warga mengambarkan sebuah sebuah Tsunami kecil telah melanda kota kami. Kejadian ini mengingatkan kita pada bencana banjir bandang bahorok di Sumatera  Utara yang terjadi beberapa tahun silam.
 
Meluapnya empat sungai yang mengalir dari hulu ke arah Kota Wasior karena hujan yang terjadi sepanjang hari pada tanggal 3 Okt 2010 ini, membawa bencana bagi warga setempat. Padahal dua sungai yakni Kali Angris dan Kali Kiot adalah sungai yang menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat Wasior.
 
Teluk Wondama merupakan salah satu kabupaten di provinsi Papua Barat hasil pemekaran dari kabupaten Manokwari. Wilayah ini juga telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi laut dan darat. Pusat kabupaten ada di Wasior. Luas wilayah administratif kabupaten ini adalah 12.146,62 km2. Secara adminstratif pemerintahan Kabupaten Teluk Wondama terdiri dari 13 wilayah Distrik dan terdiri dari 76 kampung/desa. Jumlah penduduk saat ini sekitar 20.518 jiwa, yang terdiri dari 10.927 jiwa laki-laki dan 9.591 jiwa perempuan. Di wilayah ini terdapat kawasan Hutan Suaka Alam Gunung Wondiboi dan kawasan Taman Nasional Laut Teluk Cenderawasih yang membentang dari Timur Semenanjung Kwatisore sampai bagian Utara Pulau Rumberpon dengan panjang pantai kurang lebih 500 meter dan luas daratan 68.000 hektar. Selain itu konsensi kehutanan dimiliki oleh PT Wapoga MutiaraTimber dan PT. Dharma Mukti Persada
 
Menurut Irhash Ahmady Manager Desk Bencana Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Walhi, Pemerintah selalu reaktif dan masih saja memakai gaya lama. Datang berbondong-bondang memberikan bantuan, pada masa emergency respon, sementara substansinya tidak pernah terselesaikan. Justru pola ini juga bertendensi proyek dan berpotensi korupsi.
 
Menurut Walhi, persoalan dasarnya adalah kerusakan hutan di wilayah hulu. Sama dengan keumuman banjir besar yang terjadi beberapa tahun terakhir. Enam bulan terakhir ini saja sudah terjadi 9 kali bencana banjir besar yang disebabkan perubahan fungsi hutan menjadi industri baik sawit, kayu mupun pertambangan. Namun banjir bandang Wosior adalah yang terparah karean memakan korban jiwa yang sangat besar. Dan semua itu terjadi di luar Jawa, meski Jawa tetap menjadi wilayah yang sering di landa banjir. Namun tingkat ancaman atas keselamatan aset warga lebih tinggi di luar Jawa.
 
Untuk itu, Walhi mendesak agar Pemerintah serius mengusut tuntas kasus ini, karena ini bukan fenomena alam semata. Walhi menduga dua PHP yakni PT Wapoga Mutiara Timber dan PT. Dharma Mukti Persada menjadi pihak yang bertanggung jawab atas kejadian ini. Walhi juga menduga bahwa telah terjadi perambahan hutan di kawasan Hutan Suaka Alam Gunung Wondiboi. Hingga saat ini, Jaringan Walhi masih melakukan investigasi untuk memastikan hal tersebut. Selain itu illegal loging juga dilakukan para cukong kayu yang memanfaatkan program KOPERMAS.
 
Asumsi ini bukannya tidak berdasar, pantauan jaringan Walhi di lapangan, ratusan gelondongan kayu disertai lumpur dan batu besar bertebaran di seluruh di Wasior I,Wasior II, Kampung Rado, Kampung Moru, Kampung Maniwak, Kampung Manggurai, Kampung Wondamawi, dan Kampung Wondiboy. Ini menambah fakta bahwa memang kerusakan hutan di wilayah hulu menjadi penyebab utamanya, sambung Irhash.
 
Walhi mendesak Pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap kedua perusahaan ini. Jika terjadi penyalahgunaan HPH, maka perijinan kedua perusahaan ini harus segera dicabut. Karena kejadian ini bukan yang bukan pertama kali ini. Dan segera melakukan audit lingkungan terkait dengan industri di kawasan hutan Indonesia. Ini bentuk kelalaian pemerintah, karena tidak pernah menilai dan melakukan kajian secara serius konsesi industri kehutanan di Indonesia, sambung Irhash. Kondisi ini juga mengggambarkan bagaimana Negara / Pemerintah abai dalam memberikan rasa aman dan hidup yang sehat bagi warga.
 
Kebijakan kehutanan harus merubah paridigma dengan melakukan evaluasi dan mendorong pada kebijakan kehutanan yang mempertimbangkan aspek keberlangsungan jasa layanan alam.

Hentikan Perambahan Hutan
Pulihkan Hutan Wondama ; Pulihkan Hutan Indonesia
Pulihkan Indonesia!
 
Share on Google Plus

About yusep pelano

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

comments, criticisms, and suggestions will help us to continue to develop this blog, please comment with a sentence polite and do not contain racist or your comment will be removed, thanks